Kamis, 10 Januari 2013

KUMPULAN ASKEP


ASKEP DEMAM TYPHOID

A.  KONSEP PENYAKIT
1.    Pengertian
Demam typoid adalah suatu penyakit infeksi pada  usus yang menimbulkan gejala-gejala sistemik yang disebabkan oleh salmonella typhosa.(Mansjoer, Arif M. 2008). Typoid atau tifus abdominalis adalah penyakit infeksi hebat yang diawali di selaput lendir usus dan jika tidak diobati secara progresif menyerbu jaringan diseluruh tubuh.(Tambayong, 2000). Demam typoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari 7 hari, gangguan pada saluran pencernaan dengan atau tanpa gangguan kesadaran.(Wulandari, 2008)
Dari beberapa pengertian tersebut diatas maka penulis dapat menarik kesimpulan bahwa typoid adalah suatu penyakit infeksi akut pada usus yang disebabkan oleh salmonella typhosa dengan gejala sistemik seperti demam yang dialami lebih dari 7 hari dan gangguan saluran pencernaan dengan atau tanpa gangguan kesadaran.
2.    Anatomi Fisiologi
Saluran pencernaan makanan merupakan saluran yang menerima makanan dari luar dan mempersiapkan untuk diserap oleh tubuh dengan jalan proses pencernaan (pengunyahan, penelanan, dan pencampuran) dengan enzim dan zat cair yang terbentang mulai dari mulut sampai anus (Syaifuddin, 2006).

Susunan saluran pencernaan terdiri dari:
a.    Oris / mulut
Mulut adalah permulaan saluran pencernaan yang terdiri atas 2 bagian yaitu bagian luar yang sempit atau vestibula; yaitu ruang diantara gusi, gigi, bibir dan pipi, dan bagian rongga mulut bagian dalam yang bersambung dengan faring. Didalam rongga mulut terdapat geligi, kelenjar ludah dan lidah (Syaifuddin, 2006).
b.    Faring
Faring merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dengan kerongkongan (esofagus). Didalam lengkung faring terdapat tonsil. Faring dapat dibagi menjadi 3 bagian yaitu: bagian superior (nasoparing), bagian media (oroparing) dan bagian inferior (laringoparing).Menelan, jalan udara dan jalan makanan pada faring terjadi penyilangan(Syaifuddin, 2006)
c.    Esofagus
Esofagus merupakan saluran yang menghubungkan faring dengan lambung, panjangnya kurang lebih 25 cm. Esofagus terletak dibelakang trakea dan didepan tulang punggung, setelah melalui thoraks menembus diafragma masuk kedalam abdomen menyambung dengan lambung (Syaifuddin, 2006).
Esofagus berfungsi untuk menyalurkan makanan dari faring ke lambung, gerakan diatur secara khusus, yaitu:
1)   Peristaltik primer: kelanjutan gelombang peristaltik dari faring menyebar ke esofagus dihantarkan ke ujung esofagus dengan posisi tegak lurus.
2)   Peristaltik sekunder: dihasilkan dari peregangan esofagus oleh makanan yang tertahan dan berlanjut sampai makanan dikosongkan kedalam lambung.
d.   Lambung (gaster)
Lambung atau gaster merupakan bagian dari saluran yang dapat mengembang paling banyak terutama di daerah epigaster.
Fungsi lambung adalah:
1)   Menampung makanan, menghancurkan dan menghaluskan makanan oleh peristaltik.
2)   Getah cerna lambung yang dihasilkan :
e.    Usus halus
Usus halus adalah bagian dari sistem pencernaan makanan yang berpangkal pada pilorus dan berakhir pada sekum panjangnya kurang lebih 6 m, merupakan saluran paling panjang tempat proses pencernaan dan absorbsi hasil pencernaan. Usus halus terdiri dari duodenum, jejenum dan ileum (Syaifuddin, 2006).
f.     Usus besar
Usus besar panjangnya kurang lebih 1 ½ m. Fungsi usus besar adalah menyerap air dari makanan, tempat tinggal bakteri koli dan tempat feses.
g.    Anus
Anus adalah bagian luar dari saluran pencernaan yang menghubungkan rektum dengan dunia luar.(Syaifuddin, 2006)
3.    Etiologi
Demam typoid disebabkan oleh salmonella typhi, basil gram negatif. Bergerak dengan rambut gentar tidak berspora mempunyai sekurangnya empat macam antigen O (somatik), H (flagela), Vi dan protein membran hialin.
4.    Patofisiologi
Salmonella typhi masuk tubuh manusia melalui makanan dan air yang tercemar. Sebagian kedalam kuman dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk kedalam usus halus dan mencapai jaringan limfoid plak peyeri di ileum terminalis. Kemudian masuk kedalam aliran darah (bakterimia). Kuman salmonella typhi bersarang di plak peyeri, limpa, hati dan bagian-bagian lain. Endotoksin salmonella typhi berperan dalam proses inflamasi lokal pada jaringan tempat kuman tersebut berkembang biak, dan merangsang sisntesis dan pelepasan zat pirogen dan leukosit pada jaringan yang meradang sehingga terjadi demam (Elisabeth C J, 2009)                 
5.    Manifestasi klinik
Masa inkubasi dapat berlangsung 7-21 hari, walaupun pada umumnya adalah 10-12 hari.Gejala-gejala yang timbul bervariasi, dalam minggu pertama timbul gejala umumnya seperti demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak diperut, batuk dan epistaksis. Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan peningkatan suhu tubuh. Dalam minggu kedua gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa demam, bradikardi relatif, lidah putih ( kotor ditengah, tepi dan ujung merah dan tremor), hepatomegali, splenomegali, meteorismus, gangguan kesadaran berupa somnolen sampai koma.
6.    Gambaran laboratorik.
a.    Pemeriksaan darah tepi terdapat gambaran leukopenia limfedenotosis relatif dan eosinofilia pada permulaan sakit, mungkin terdapat anemia dan trombositopenia yang ringan.
b.    Biakan empedu salmonella typosa dapat ditemukan dalam darah penderita biasanya pada minggu pertama sakit. Selanjutnya lebih sering ditemukan dalam urine dan faeces.
c.    Pemeriksaan widal yaitu suatu reaksi aglutinasi antara gen dan antibody. Pemeriksaan dikatakan positif bila titer aglutinin O 1/200 atau lebih atau kenaikan yang progresif.
Adapula keadaan lain yang menyebabkan reaksi widal positif yaitu karena imunisasi alamiah karena infeksi sub klinik.
7.    Komplikasi.
a.    Usus halus, umumnya jarang terjadi akan tetapi sering total yaitu :
1)   Perdarahan usus, bila perdarahan hanya sedikit ditemukan jika dilakukan pemeriksaan tinja dengan benzidin. Jika perdarahan banyak terjadi melena, dapat disertai nyeri perut dengan tanda-tanda renjatan.
2)   Perporasi usus, timbul biasanya pada minggu ketiga atau setelah itu terjadi pada bagian distal ileum. Perporasi yang tidak disertai peritonitis hanya dapat ditemukan bila terdapat udara di rongga peritoneum. Yaitu pekak hati menghilang dan terdapat udara di antara hati dan diafragma pada foto abdomen yang dibuat dalam keadaan tegak.
3)   Peritonitis, biasanya  menyertai perforasi tetapi dapat terjadi tanpa perforasi usus. Ditemukan gejala abdomen akut yaitu nyeri perut yang hebat, dinding abdomen tegang dan nyeri tekan.
b.    Komplikasi luar usus terjadi karena lokalisasi peradangan akibat sepsis meningitis, kolesistisis, encepalopati dan lain-lain. Terjadi karena infeksi sekunder yaitu : bronkopneumonia.
8.    Penatalaksanaan
a.    Pemberian antibiotik, untuk menghentikan dan memusnahkan penyebaran kuman. Antibiotik yang digunakan:
1)   Cloramfenikol; dosis hari pertama 4 x250 mg, hari kedua 4 x 500 mg, diberikan selama demam dilanjutkan sampai 2 hari bebas demam, kemudian dosis diturunkan menjadi 4 x 250 mg selama 5 hari kemudian.
2)   Ampicillin / amokcycillin; dosis 50-150 mg/kg BB diberikan selama 2 minggu.
3)   Cotrimoksasole syrup diberikan selama 2 minggu
b.    Perawatan profesional dan istirahat, bertujuan mencegah komplikasi dan mempercepat penyembuhan. Pasien harus tirah baring absolut sampai minimal 7 hari bebas demam atau kurang lebih selama 14 hari. Mobilisasi dilakukan bertahap sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien. Dalam perawatan perlu dijaga higiene perseorangan, tempat tidur, pakaian dan peralatan. Pasien dengan kesadaran menurun posisi perlu diubah untuk mencegah dekubitus dan pneumonia.
c.    Diet; pertama pasien diberi diet bubur saring, kemudian bubur kasar dan akhirnya nasi sesuai tingkat kesembuhan pasien. Pemberian vitamin dan mineral juga diperlukan untuk mendukung keadaan pasien.













B.  KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
Proses keperawatan merupakan suatu metode yang digunakan dalam pemberian asuhan keperawatan sebagai kerangka berpikir ilmiah untuk melaksanakan fungsi dan tanggung jawab keperawatan secara mandiri. Proses keperawatan merupakan alat untuk menjamin terlaksananya praktek keperawatan yang sistematis dan ilmiah dalam rangka memenuhi kebutuhan klien untuk mencapai dan mempertahankan keadaan bio-psiko-sosio-spiritual yang optimal melalui tahapan yang ada.
Langkah atau tahapan proses keperawatan meliputi pengkajian, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
1.    Pangkajian
Pengkajian merupakan tahap awal proses keperawatan yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi dan membuat data dasar klien.kegiatan utama dalam pengkajian adalah pengumpulan data, pengelompokan data, dan analisa data. Metode pengumpulan data adalah wawancara, observasi dan pemeriksaan fisik serta diagnostik.
a.    Pengumpulan data
1)   Biodata
a)    Identitas klien; nama, umur ,jenis kelamin, agama, alamat, suku.
b)   Identitas orangtua; nama, umur, jenis kelamin, suku, pekerjaan, pendidikan, alamat.
2)   Riwayat kesehatan
a)    Adanya infeksi saluran pencernaan
b)   Gejala awal biasanya demam, bersifat remitten disertai rasa sakit ulu hati, juga sering ditemukan gangguan kesadaran.
3)   Riwayat kesehatan sebelumnya
a)    Riwayat menderita penyakit yang sama
b)   Riwayat alergi dan ketergantungan obat
c)    Riwayat dirawat di rumah sakit
4)   Aspek-aspek lain yang berhubungan misalnya : pola istirahat, aspek psikologis, sosial, dan spritual.
5)   Pemeriksaan fisik :
a)    Kesadaran umum : menurun.
b)   Kepala : rambut mudah rontok, kotor
c)    Sistem pencernaan
-       Nafsu makan kurang
-       Sakit pada ulu hati.
d)   Sistem integument
-       Kulit teraba panas
e)    Aktifitas dan istirahat
-       Lemah
-       Mengurangi aktifitas
-       Pembatasan aktifitas/bedrest.
f)    Kecemasan
-       Suhu badan meningkat 38,2 0 C.
-       Wajah nampak meringis
g)   Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium : hasil widal (+), salmonella typosa, trombosit
2.    Diagnosa keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan Menurut Doenges E. Marilynn (2000)   yang dapat ditegakkan dengan gangguan sistem pencernaan pada kasus demam typoid,
a.    Gangguan rasa nyaman panas berhubungan dengan infeksi kuman salmonella.
b.    Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia.
c.    Gangguan pola eliminasi bab (konstipasi) berhubungan dengan pristaltic usus melemah.
d.   Resiko terjadi komplikasi berhubungan dengan infeksi saluran cerna.
e.    Keterbatasan aktifitas berhubungan dengan keharusan bedrest.
f.     Resiko kurang cairan berhubungan dengan panas yang tinggi dan evaporasi
g.    Resiko terjadi gangguan integritas kulit berhubungan dengan istirahat yang lama.
h.    Gangguan pemenuhan personal higiene berhubungan dengan bedrest.
i.      Kecemasan berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakitnya.

3.    Perencanaan
Tahap perencanaan memberi kesempatan kepada perawat, klien keluarga dan orang terdekat klien untuk merumuskan rencana tindakan keperawatan guna mengatasi masalah klien. Perencanaan ini merupakan suatu petunjuk tertulis yang menggambarkan secara tepat rencana tindakan keperawatan yang dilakukan terhadap klien sesuai kebutuhannya berdasarkan diagnosis keperawatan.
Adapun diagnosis keperawatan Menurut Doenges E. Marilynn (2000)  yang dapat ditegakkan pada gangguan sistem pencernaan; typoid adalah:
a.    Gangguan rasa nyaman panas berhubungan dengan infeksi kuman salmonella yang menyebabkan suhu tubuh meningkat ditandai dengan :
Tujuan           : Klien merasa nyaman
Kriteria hasil :
1)   Klien tidak panas
2)   Kulit teraba hangat
3)   Suhu badan normal 36,5 – 370 C
Intervensi :
1)   Ukur tanda-tanda vital
Rasional :
Dengan mengukur suhu tubuh maka diketahui perkembangan penyakit dan penentuan intervensi selanjutnya.


2)   Beri kompres air hangat
Rasional :
Dengan kompres hangat maka akan memberi/stimulus pada hipotalmus makan akan terjadi penguapan.
3)   Beri minum air hangat
Rasional :
Untuk mempercepat terjadinya evaporasi.
4)   HE pada klien untuk memakai pakaian yang dapat menyerap keringat.
Rasional :
Supaya penguapan suhu tubuh lancar sehingga suhu tubuh akan lebih cepat turun
5)   penatalaksanaan pemberian antibiotik.
Rasional :
Antibiotik mampu membunuh kuman gram (-) salmonella.
b.    Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake yang tidak adekuat ditandai dengan :
Tujuan           : Kebutuhan nutrisi terpenuhi sesuai kebutuhan.
Kriteria hasil :
1.    Nafsu makan baik
2.    KU baik
3.    Porsi makan tidak dihabiskan
4.    Lidah tidak kotor

Intervensi :
1)   Kaji pola makan klien
Rasional :
Dengan mengkaji pola makan klien maka seorang perawat dapat mengetahui kebiasaan makan klien sehingga dapat menentukan intervensi selanjutnya.
2)   Beri bubur saring
Rasional :
Untuk memenuhi kebutuhan nutrisi bagi hidup tubuh dan untuk menghindari komplikasi perdarahan usus.
3)   Anjurkan klien makan sedikit tapi sering.
Rasional :
Pemberian makanan sedikit tapi sering dapat mengurangi kejenuhan klien dan memberi kesempatan pada usus untuk mengabsorbsi makanan yang lebih banyak.
4)   Jelaskan tentang pentingnya makanan untuk proses penyembuhan.
Rasional :
Makanan penting untuk memenuhi kebutuhan nutrisi serta membantu proses penyembuhan.



c.    Gangguan pola eliminasi berhubungan dengan peristaltik usus menurun ditandai dengan :
Tujuan : Klien dapat buang air besar secara teratur.
Intervensi :
1)   Kaji pola eliminasi klien.
2)   Anjurkan banyak minum air putih.
3)   H.E klien untuk untuk tidak menunda buang air besar.
d.   Resiko terjadinya gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan :
-       Peningkatan suhu tubuh.
-       Intake cairan yang kurang ditandai dengan :
Tujuan : Tidak terjadi kekurangan cairan.
Intervensi :
1)   Catat intake dan out put.
2)   Observasio tanda kekurangan cairan.
3)   Anjurkan klien untuk banyak minum 2-3 liter.
4)   Koloborasi dengan tim medis tentang pemberian infus.
e.    Gangguan pemenuhan personal higiene berhubungan dengan bedrest.
Tujuan           : Kebutuhan personal hygiene terpenuhi
Kriteria hasil :
1)   Klien nampak bersih
2)   Klien merasa segar

Intervensi :
1)   Memandikan pasien
Rasional :
Dengan memandikan maka klien akan merasa segar dan perasaan panas akan berkurang.
2)   HE tentang pentingnya personal hygiene
Rasional :
Kebersihan diri sangat perlu bagi kesehatan karena dapat mencegah terjadinya penyakit kulit (gatal).
f.     Kecemasan berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakitnya.
Tujuan           : Kecamasan akan teratasi atau berkuran
Kriteria hasil :
1)   Ekspresi wajah tenang
2)   Klien memahami dan mengerti tentang penyakitnya.
Intervensi :
1)   Kaji tingkat kecemasan klien
Rasional :
Agar dapat mengetahui tingkat kecemasan yang dirasakan oleh klien.
2)   Beri kesempatan kepada klien mengungkapkan perasaannya.
Rasional :
Klien akan merasa diperhatikan dan klien akan terbuka untuk mengungkapkan perasaannya.
3)   Dengarkan keluhan klien
Rasional :
Agar klien tidak merasa bahwa dirinya diabaikan oleh keluarganya maupun oleh petugas kesehatan.
4)   Beri informasi tentang penyakitnya.
Rasional :
Klien dan keluarga mengerti dan memahami tentang kondisi penyakitnya.
5)   Beri dorongan spiritual.
Rasional :
Klien akan merasa tenang karena selain perawatan dan pengobatan masih ada lagi yang sangat berhak menentukan kesembuhannya yaitu Tuhan Yang Maha Esa.
4.    Pelaksanaan
Implementasi atau pelaksanaan adalah tahap ketika perawat mengaplikasikan rencana asuhan keperawatan ke dalam bentuk tindakan keperawatan guna membantu klien mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
5.      Evaluasi
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil akhir yang teramati dan tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan.


DAFTAR PUSTAKA


Asmadi,2008Konsep Dasar Keperawatan, Penerbit Buku Kedokteran EGC.Jakarta.
Corwin,j. Elisabeth, 2009, Buku Saku Patofisiologi, EGC, Jakarta.
Doenges, E.Marilynn, 2002, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, jilid 2, EGC, Jakarta.
Mansjoer Arif,dkk, 2008, Kapita Selekta Kedokteran, edisi ketiga, jilid 1, cetakan VIII, Media aesculapius, Jakarta  
Syaifuddin, Drs, AMK, 2006, Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan, Edisi ketiga, EGC, Jakarta.
Sylvia A. Price,2006, Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit, Edisi 6, EGC, Jakarta.